PUSAT PELAYANAN TERPADU
BAGI PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK KORBAN KEKERASAN
DI RSUD DR. M. ASHARI PEMALANG
LATAR BELAKANG
Semakin hari kita semakin akrab dengan kekerasan, yang secara rutin
hadir di hadapan kita baik melalui media televisi, surat kabar maupun peristiwa yang langsung nyata di hadapan kita. Kekerasan
yang terjadi cenderung meningkat baik dari sisi kualitatif maupun kuantitatif yang terjadi di lingkup publik maupun privat
atau dalam keluarga.
Kekerasan diartikan sebagai semua tindakan, perbuatan, sikap dan
perkataan langsung atau tidak langsung, yang tidak meghormati dan melukai keberadaan seseorang secara fisik, mental maupun
jiwani. Kekerasan bukan hanya bersifat fisik misalnya pembunuhan, perkosaan, pemukulan, penyerangan, perbudakan seksual, lontaran
kata-kata yang tidak senonoh juga merupakan kekerasan, sikap yang melecehkan dianggap sebagai kekerasan.
Kekerasan dalam Rumah Tangga menurut UU No. 23 tahun 2004 adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Mengapa perempuan ditekankan dalam bahasan ini? Karena korban kekerasan
dalam rumah tangga sebagian besar adalah perempuan dan kekerasan yang dialami perempuan terbanyak dilakukan di rumah tangga.
Analisa yang dibuat Bank Dunia baru-baru ini mengungkapkan bahwa seperempat sampai separuh dari seluruh perempuan mengalami
kekerasan oleh pasangannya (misalnya pemukulan, bentakan, omelan, ucapan-ucapan, sindiran, cara memandang perempuan, memasabodohkan
perempuan). Oleh karena itu keluarga adalah domain yang paling pertama yang harus dibebaskan dari kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan berdasarkan Deklarasi dan Landasan Aksi Beijing yang diadopsi dari Rekomendasi Umum PBB
Nomer 19 adalah kekerasan yang berbasis gender, yaitu sebagai suatu tindakan yang bersifat menghambat tercapainya persamaan, pembangunan dan perdamaian, yang melanggar,
merugikan atau membatalkan penikmatan kaum perempuan akan hak-hak asasi dan kebebasan dasarnya yang akibatnya berupa atau
dapat berupa penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk di sini ancaman-ancaman dari perbuatan semacam
itu, seperti paksaan atau perampasan yang semena-mena, baik terjadi di tempat umum (publik) maupun lingkup rumah tangga (domestik).
Kekerasan terhadap perempuan ini merupakan isu penting karena situasinya
yang semakin memburuk. Data yang bersumber dari LCR KJHAM tahun 2002 menunjukkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga mencapai
98 kasus; kekerasan dalam pacaran mencapai 61 kasus; perkosaan 121 kasus; pelecahan seksual 25 kasus; kekerasan terhadap buruh
migran perempuan 77 kasus. Angka-angka ini tidak dapat menunjukkan fakta yang sebenarnya karena data ini hanya berasal dari
24 Kabupaten/Kota. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es, sedikit yang tampak
di permukaan sementara fakta yang sebenarnya terjadi jauh lebih banyak.
Banyak faktor yang menjadi sebab mengapa kasus kekerasan terhadap
perempuan banyak yang tidak terungkap:
1. Perempuan sebagai korban menilai
peristiwa yang dialaminya merupakan aib keluarga yang harus ditutupi.
2. Perempuan sebagai korban biasanya
dalam kondisi tidak berdaya dan tidak memiliki pilihan kecuali menyerah pada keadaan
3. Tidak adanya dukungan dari masyarakat
dan pemerintah terhadap perempuan korban kekerasan, bahkan tidak jarang mereka lebih menyudutkan korban
4. Belum adanya kesepahaman tentang
konsep kekerasan berbasis gender dikalangan pengambil keputusan dan masyarakat
5. Belum adanya sistem penanganan
dan perlindungan yang komprehensif bagi korban kekerasan
Pihak yang juga sering menjadi korban adalah anak-anak. Banyak data
yang mengungkapkan kasus kekerasan (pencabulan atau penganiayaan) yang dialami anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang dalam
keluarganya (ayah, paman, kakak), gurunya, maupun orang-orang lain yang dikenalnya cukup dekat.
Melihat hal itu RSUD Dr. M. Ashari Pemalang selaku institusi yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, hendaknya berperan dalam membantu korban kekerasan khususnya terhadap perempuan
dan anak dengan menjadi pusat bantuan bagi korban kekerasan yang sedang mengalami krisis. Bentuknya adalah Pusat Pelayanan
Berbasis Satu Atap Rumah Sakit yang menyediakan pelayanan terpadu (medis, psikologis dan hukum) berbasis rumah sakit dalam
satu atap untuk korban kekerasan dengan menggunakan pendekatan siklus hidup manusia.
TUJUAN
Tujuan didirikannya Pusat Pelayanan Terpadu untuk perempuan dan
anak-anak korban kekerasan adalah;
1. Meningkatkan kepedulian terhadap
perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender
2. Melakukan pendampingan kepada
perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender
3. Mencegah terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak-anak di masyarakat dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan
SASARAN
Perempuan dan anak korban kekerasan:
1. Korban kekerasan seksual, termasuk sodomi
2. Korban kekerasan dalam rumah tangga
3. Korban kekerasan fisik
4. Kekerasan terhadap orang jompo
dan cacat
STRATEGI
Strategi yang perlu diterapkan di RSUD Dr. M. Ashari adalah:
I.
PERENCANAAN
a. Rapat dengan seluruh bagian terkait untuk membentuk pusat pelayanan terpadu
i. memperoleh informasi/masukan/pendapat/gagasan tentang
organisasi, mekanisme kerja dan manajemen
ii. identifikasi siapa dan bagaimana seseorang dikategorikan
sebagai korban
iii. memperoleh data kasus yang diterjadi dan telah ditangani
di RSUD Dr. M. Ashari
iv. sharing gagasan tentang
kepengurusan dan keanggotaan
b. Identifikasi individu yang peduli dan berkemampuan
untuk meningkatkan keadilan bagi perempuan dan anak
c. Pemberian nama
II.
PERSIAPAN
a. Penetapan struktur organisasi
b. Merekrut anggota pengurus organisasi jaringan penanganan tindak kekerasan
c. Mempersiapkan SK tentang kepengurusan
d. Membuat rencana kerja bersama
e. Membakukan prosedur pelaksanaan dan uraian tugas
f. Membuat kesepakaan (MOU) untuk batasan hak, kewajiban, kewenangan masing-masing pihak
g. Penggalangan/penyiapan dana
h. Merencanakan anggaran yang diperlukan
i. Penetapan lokasi/tempat penanganan/pendampingan
kasus
j. Melengkapi fasilitas ruangan
III.
PRA PELAKSANAAN
a. Menetapkan dokter, psikolog, pendamping rohani untuk melakukan layanan
b. Membuat jadwal pelaksanaan
c. Melakukan pelatihan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta masyarakat rentan lainnya, jenis-jenis kekerasan,
trauma, stress dan cara pengisian status/rekam medik khusus yang diikuti oleh seluruh pihak terkait dalam pusat pelayanan
terpadu ini.
IV.
PELAKSANAAN
a. Menyediakan tempat khusus untuk penanganan kasus korban kekerasan
b. Mengenalakan pusat pelayanan ini ke masyarakat
c. Memperkuat manajemen internal
d. Pelaksanaan program
e. Menjalin jaringan kerja sama
V.
EVALUASI
Evaluasi dilakukan secara bersama-sama setiap
6 bulan sekali.
VI.
PRINSIP KERJA PUSAT PELAYANAN TERPADU
1.
Tidak bisa bekerja sendiri
tetapi dikelola oleh suatu lembaga yang merupakan kerja sama antara instansi terkait di luar rumah sakit seperti Kejaksaan,
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, LSM, PKK, Polres, dan Bagian Sosial Setda.
2.
Kasus harus diktangani secara
terpadu, berkelanjutan oleh orang yang sama.
3.
Kualifikasi Sumber Daya
Manusia:
a. Sensitif jender dan memiliki perpektif anak (korban
sebagian besar perempuan dan anak-anak).
b.
Komitmen paling tidak 1
(satu) tahun.
c. Bekerja 8 jam sehari atau 5 hari seminggu.
d. Bersedia piket pada hari-hari libur secara bergiliran.
e. Berhak mendapatkan pelatihan, kursus, seminar, lokakarya,
dsb.
f. Memiliki kemampuan: berkerja sama, ketrampilan,
konseling, ketrampilan layanan hukum, medis dan berjiwa sosial.
4.
Prinsip dasar Pusat Pelayanan
Terpadu
a. Asas tidak mengadili (non judgement) dan tidak menyalahkan
korban.
b. Membangun hubungan setara antara korban dan pemberi
layanan serta didasarkan pada dukungan komunitas asal korban.
c.
Asas pengambilan keputusan
sendiri (self determination) pada korban atau keluarga korban.
d.
Asas pemberdayaan.
e.
Asas bekerja sama (team
work) dalam relasi setara.
f. Adanya standar operasional bagi pengelolaan
bersama-sama.
g.
Adanya administrasi keuangan
yang bertanggung jawab dan transparan.
PENGERTIAN-PENGERTIAN TENTANG GENDER:
Gender (asal
kata gen):
perbedaan peran, tugas, fungsi dan tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata
nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu
dan ruang). Dalam bahasa inggris disebut masculine : feminin.
Kesenjangan
gender (gender gap); jurang perbedaan (diskrepansi) antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan yang dapat diukur
secara kuantitatif maupun kualitatif seperti tingkat pendidikan, dderajat kesehatan, partisipasi dalam perkerjaan, tingkat
pendapatan dan keterwakilan dalam pengambilan keputusan di legislatif (DPR & DPRD), jabatan pemerintahan, yudikatif, swasta,
partai politik atau organisasi sosial dan keagamaan.
Pengarusutamaan
gender (gender mainstreaming); suatu strategi pengintegrasian konsep keseimbangan kepentingan laki-laki dan perempuan dalam perumusan
kebijakan pembangunan sektor atau daerah mulai dari tahap perencanaan, pelaksaan, pemantauan dan evaluasinya guna mengurangi
kesenjangan gender di sektor atau di daerah tersebut. Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Inpres No 9 tahun 2000 tentang
pelaksanaan pengarusutamaan gender di Indonesia.
PENGERTIAN
KONSEP DAN ISTILAH
SEKS ; perbedaan biologis antara laki-laki
dan perempuan baik ciri fisik primer maupun ciri fisik sekunder dari organ dan fungsi reproduksinya.
GENDER ; perbedaan peran dan
kesempatan antara leki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat
berubah dan diubah sesuai perubahan zaman.
ASPEK GENDER:
- IDENTITAS GENDER: persepsi internal dan pengalaman seseorang tentang gendernya, menggambarkan identifikasi psikologis dalam
otak seseorang sebagai laki-laki atau perempuan
- PERAN GENDER: merupakan cara hidup dalam masyarakat dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan identitas
gender mereka yang dipelajari dari lingkungannya.
KESENJANGAN
GENDER (GENDER GAP) ; strategi pengintegrasian kesetaraan dan keadilan gender ke dalam pembangunan mulai dari tahap perumusan kebijakan,
perencanaan, palaksanaan, sampai pada evaluasi dan monitoring.
PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN
; usaha sistematis dan terencana untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Program
khusus untuk pemberdayaan itu disebut affirmative action
KESETARAAN
GENDER (GENDER EQUALITY) ; suatu kondisi dan situasi yang menggambarkan keseimbangan peran, tugas, dan tanggung jawab serta kesempatan
antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan dan menikmati berbagai hasil pembangunan sebagai warga negara dan warga masyarakat.
Karena itu kesetaraan gender tidak sama dengan kesamaan gender (gender sameness) yang memperlakukan sama secara fisik antara
laki-laki dan perempuan. Contoh kesetaraan gender membuat WC laki-laki bisa jongkok atau duduk, sedang WC perempuan duduk
demi melindungi kesehatan reproduksinya.
KEPEKAAN
GENDER (GENDER RESPONSIVENESS) ; sikap dan perilaku yang tanggap dan peka terhadap perbedaan atau persamaan perlakuan terhadap laki-laki
dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial maupun warga masyarakat.
PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN (WOMEN EMPOWERMENT) ; suatu usaha sistematis dan terencana untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender antara lak-laki dan
perempuan.
PERSAMAAN HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI WARGA NEGARA
-
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa pemerintah dan negara melindungi segenap warga negara
serta meningkatkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
-
BAB X, pasal 27, ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan di dalam
hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Di ayat (2) setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
-
BAB X, pasal 28A – 28J, dan hasil amandemen I, II, III, IV UUD 45 tentang Hak Asasi
Manusia dan Warga Negara Indonesia.
Pendiri Republik Indonesia telah menetapkan kesetaraan gender merupakan Hak
Asasi Manusia. Hal ini tercermin dalam rumusan UUD 1945 antara lain sebagai berikut;
- Alinea 4 Pembukaan, menjelaskan bahwa salah satu kewajiban pemerintah dan negara adalah melindungi
segenap warga negara. Tidak ada tulisan yang lebih mengutamakan laki-laki dari perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kenyataannya kedua elemen masyarakat tersebut telah bahu membahu untuk memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaan.
- BAB X, Pasal 27 lebih menegaskan bahwa segenap wargga negara memiliki kesamaan hak dalam hukum
dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Kata-kata tidak ada kecualinya, menunjukkan tidak ada diskriminasi termasuk
antara laki-laki dan perempuan
- BAB XA, tentang HAM (hasil amandemen I, II, III dan IV) mulai pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E,
28F, 28G, 28H, 28I, dan 28J mengatur tentang perlindungan terhadap hak asasi setiap warga negara. Pemerintah harus berpihak
pada keadilan secara konsisten dan konsekwen dalam menegakkan hukum.kiranya komitmen nasional tersebut dapat diaktualisasikan
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.